Hak kekayaan intelektual itu adalah
hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak
(peranannya sebagai pusat pengaturan segala kegiatan fisik dan psikologis),
hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar, hasilkerjaanya
itu berupa benda immateril (benda yang tidak berwujud). Hasil kerja otak itu
kemudian dirumuskan sebagai intelektualitas. Orang yang optimal mememrankan
kerja otaknya disebut sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunakan rasio,
mampu berpikir secara rasional dengan menggunakan logika (metode berpikir,
cabang filsafat), karena itu hasil pemikirannya disebut rasional atau logis.
Orang yang tergabung dalam kelompok ini disebut kaum intelektual.
Hak kekayaan intelektual
diklasifikasikan termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian
hukum benda. Khusus mengenai hukum benda di sana terdapat pengaturan tentang
hak kebendaan. Hak kebendaan itu sendiri terdiri atas hak benda materil dan immateril.
HAKi disebut juga Hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada seseorang
atau sekelompok orang untuk memegang monopoli dalam menggunakan dan mendapatkan
manfaat dari kekayaan intelektual.
Perlindungan dan penegakkan hukum
HAKi burtujuan untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran
teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan pengguna
pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Berikut adalah penjelasan mendetail
mengenai macam-macam HAKI:
1. HAK CIPTA
Hak Cipta (copyright)
Menurut Direktorat
Jendral HAKi yang tertuang dalam buku panduan Hak Kekayaan Intelektual (2006 :
09) adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberi ijin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan. Pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimaksudkan dengan pengumuman, di
sini tercakup juga hak untuk menjual, memamerkan, mengedarkan dan lain
sebagainya dengan menggunakan alat apapun termasuk melalui media internet
sehingga ciptaan itu bisa dinikmati oleh orang lain. Sedangkan yang dimaksudkan
dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi. Dimaksudkan dengan ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta
yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau
sastra. Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu
diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran suatu ciptaan tidak merupakan
suatu kewajiban. Namun demikian pencipta maupun pemegang hak cipta yang
mendaftarkan ciptaannya akan mendapatkan surat pendaftaran ciptaan yang dapat
dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa
dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut.
Pengertian Hak Cipta
Pengertian hak cipta menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun
2002:
Hak cipta adalah “hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1 butir 1).
Pengertian hak cipta menurut Pasal 2 Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta :
Hak cipta adalah hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Hak cipta (lambang internasional: ©,
Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada
dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta
dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak
sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku
tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis
karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup
puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari,
balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar,
patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam
yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis
hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak
kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta
biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu
dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin
terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta
yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak
menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh
tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan
atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta
diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini,
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak
cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal
1 butir 1).
Sejarah Hak Cipta
Pada jaman dahulu tahun 600 SM,
seseorang dari Yunani bernama Peh Riad menemukan 2 tanda baca yaitu titik (.)
dan koma (,). Anaknya bernama Apullus menjadi pewarisnya dan pindah ke Romawi.
Pemerintah Romawi memberikan Pengakuan, Perlindungan dan Jaminan terhadap karya
cipta ayah nya itu. Untuk setiap penggunaan, penggandaan dan pengumuman ats
penemuan Peh Riad itu, Apullus memperoleh penghargaan dan jaminan sebagai
pencerminan pengakuan hak tersebut. Apullus ternyata orang yang bijaksana, dia
tidak menggunakan seluruh honorarium yang diterimany. Honor titik (.) digunakan
untuk keperluan sendiri sebagai ahli waris, sedangkan honor koma (,)
dikembalikan ke pemerintah Romawi sebagai tanda terima kasih atas penghargaan
dan pengakuan terhadap hak cipta tersebut.
Halaman buku dari era
pra-Gutenberg, sekitar tahun 1310
Konsep hak cipta di Indonesia
merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara
harafiah artinya “hak salin”). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan
mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat
salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama
dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para
penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum
terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut
diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika
peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan
Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection
of Artistic and Literary Works (“Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni
dan Sastra” atau “Konvensi Bern“) pada tahun 1886 adalah yang pertama kali
mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini,
copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak
harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah
karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan
hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya
derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau
hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Sejarah Hak Cipta di
Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana Menteri
Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual
Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa
harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia
mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad
Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia[1].
Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut juga
tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994,
pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Propertyrights – TRIPs (“Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang
Hak Kekayaan Intelektual”). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali
Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga
meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty
(“Perjanjian Hak Cipta WIPO”) melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun
1997[2].
Hak-hak yang tercakup
dalam hak cipta :
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang
hak cipta adalah hak untuk:
Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil
salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang
atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan “hak eksklusif”
dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan
hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak
cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di
Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan
menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual,
menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik,
menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana
apapun”[2].
Selain itu, dalam hukum yang berlaku
di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan
juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu
pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga
penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang
dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal
1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang
pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam
hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian
tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan
pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan
persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Hak Ekonomi dan Hak
Moral
Banyak negara mengakui adanya hak
moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs
WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan
Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah
atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan
tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal
konsep “hak ekonomi” dan “hak moral”. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan
manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada
diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan
dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2].
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan,
walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk
dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak
Cipta.
Perolehan dan
Pelaksanaan Hak Cipta
Hak cipta gambar potret “penduduk
asli Bengkulu” yang diterbitkan pada tahun 1810 ini sudah habis masa
berlakunya.
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah
memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta
biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini
dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Perolehan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan persyaratan
yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak
mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung
faktor “keahlian, keaslian, dan usaha”. Pada sistem yang juga berlaku
berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa
perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah
terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan,
partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak
atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu
didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai
dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan)
memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang
yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan
tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum
berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988)
dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di
Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga
pemerintah dan lembaga swasta.
Ciptaan Yang Dapat
Dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di
Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan
(lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga
yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik
dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan,
pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur,
peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat),
fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi
sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan
tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Penanda Hak Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu
ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan,
ciptaan tersebut harus memuat suatu “pemberitahuan hak cipta” (copyright
notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam
lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata “copyright“, yang diikuti
dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah
dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya
didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain
diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut
bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut
berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan
tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara
anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu,
persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan
yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode
00A9 dalam heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau
©
Jangka Waktu Perlindungan
Hak Cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu
berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda.
Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut
diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku
hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah
kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta
biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup
penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa
berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya
pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah
50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau
dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran,
atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan
dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan Hukum Atas
Hak Cipta
Pemusnahan cakram padat (CD) bajakan di Brasil.
Penegakan hukum atas hak cipta
biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula
sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas
pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran hak
cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu
bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai
denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar
rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak
cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut
dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Perkecualian dan
Batasan Hak Cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal ini
berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak
cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing
yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan
tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta yang
berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak
cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak
cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu
dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk
kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu
pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam
hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati
manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah
pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan
bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman
sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan
mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan
nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta)
program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang
dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri[2].
Hak cipta foto umumnya dipegang
fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang
disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang
dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret
dalam pasal 19–23.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta
juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak
tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau
kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan
“yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun
menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya
terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum
yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17)[2]. ketika orang
mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang
sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13,
tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau
keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang
memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak
peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta
mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan
menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya
dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan
ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Pendaftaran Hak Cipta
di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan
bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan
timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran[2]. Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul
sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan[1]. Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah
[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta
dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan
prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun
situs web Ditjen HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan
terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa
dikenai biaya.
Lisensi Hak Cipta
Lisensi adalah izin yang diberikan
oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk
mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan
persyaratan tertentu.
Kritik atas Konsep Hak
Cipta
Copyleft, lisensi untuk memastikan kebebasan ciptaan.
Kritikan-kritikan terhadap hak cipta
secara umum dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu sisi yang berpendapat bahwa
konsep hak cipta tidak pernah menguntungkan masyarakat serta selalu memperkaya
beberapa pihak dengan mengorbankan kreativitas, dan sisi yang berpendapat bahwa
konsep hak cipta sekarang harus diperbaiki agar sesuai dengan kondisi sekarang,
yaitu adanya masyarakat informasi baru.
Keberhasilan proyek perangkat lunak
bebas seperti Linux, Mozilla Firefox, dan Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa
ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli
berlandaskan hak cipta [3]. Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk
memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan
ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam
itu disebut copyleft atau lisensi perangkat lunak bebas.
Asosiasi Hak Cipta di
Indonesia
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:[1]
KCI : Karya Cipta
Indonesia
ASIRI
: Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik
Indonesia
ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman
Indonesia
IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
MPA : Motion Picture Assosiation
BSA : Bussiness Software Assosiation
Keputusan Fatwa Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 tahun 2003 tentang Hak Cipta
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia
memutuskan bahwa : Dalam hukum Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu
huquq maliyyah (Hak Kekayaan) yang mendapatkan perlindungan hukum (masnun)
sebagaimana mal (kekayaan) Hak Cipta yang mendapatkan perlindungan hukum Islam
sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah Hak Cipta atas ciptaan yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan
obyek akad (al-ma’qud alaih), baik akad mua’wadhah (pertukaran, komersil),
maupun akad tabarru’at (non komersial), serta diwaqafkan dan diwarisi. Setiap
bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman
yang hukumnya adalah HARAM.
2. HAK PATEN
Paten (Patent)
Berbeda dengan hak cipta yang
melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide, bukan ekspresi dari ide
tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain yang
fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki
hak cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah
karya yang cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.
Paten adalah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi,
yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun
2001, ps. 1, ay. 1)
Sementara itu, arti Invensi dan
Inventor (yang terdapat dalam pengertian di atas, juga menurut undang-undang
tersebut, adalah):
1. Invensi adalah ide Inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ay. 2)
2. Inventor adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. (UU 14 tahun 2001, ps.
1, ay. 3)
Kata paten, berasal dari bahasa
inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri
(untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu
surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada
individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri,
konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan
masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode
tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan
invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.
Hukum yang Mengatur
Contoh sampul dokumen paten Amerika Serikat
Saat ini terdapat beberapa perjanjian
internasional yang mengatur tentang hukum paten. Antara lain, WTO Perjanjian
TRIPs yang diikuti hampir semua negara.
Pemberian hak paten bersifat
teritorial, yaitu, mengikat hanya dalam lokasi tertentu. Dengan demikian, untuk
mendapatkan perlindungan paten di beberapa negara atau wilayah, seseorang harus
mengajukan aplikasi paten di masing-masing negara atau wilayah tersebut. Untuk
wilayah Eropa, seseorang dapat mengajukan satu aplikasi paten ke Kantor Paten
Eropa, yang jika sukses, sang pengaju aplikasi akan mendapatkan multiple paten
(hingga 36 paten, masing-masing untuk setiap negara di Eropa), bukannya satu
paten yang berlaku di seluruh wilayah Eropa.
Subjek Yang Dapat Dipatenkan
Secara umum, ada tiga kategori besar
mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang
diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian
besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya.
Mesin mencakup alat dan aparatus.
Barang yang diproduksi mencakup perangkat
mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan,
DNA, RNA, dan sebagainya. Khusus Sel punca embrionik manusia (human embryonic
stem atau hES) tidak bisa dipatenkan di Uni Eropa.
Kebenaran matematika, termasuk yang
tidak dapat dipatenkan. Software yang menerapkan algoritma juga tidak dapat
dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di Amerika Serikat) atau efek
teknikalnya (di Eropa).
Saat ini, masalah paten perangkat
lunak (dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat
kontroversial. Amerika Serikat dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan
paten untuk software dan metode bisnis, sementara di Eropa, software dianggap
tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang menggunakan software masih
tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat
alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan rimba) dan juga obat-obatan,
teknik penanganan medis dan juga sekuens genetik, termasuk juga subjek yang
kontroversial. Di berbagai negara, terdapat perbedaan dalam menangani subjek
yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika Serikat, metode bedah dapat
dipatenkan, namun hak paten ini mendapat pertentangan dalam prakteknya.
Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib
membagi pengalaman dan keahliannya secara bebas kepada koleganya. Sehingga pada
tahun 1994, The American Medical Association (AMA) House of Delegates
mengajukan nota keberatan terhadap aplikasi paten ini.
Di Indonesia, syarat hasil temuan
yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya),
mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat
diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah
20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang.
Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan
layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada beberapa kasus
khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten, yaitu
proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang,
moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan,
perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia
dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses
biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis
atau proses mikro-biologis.
Istilah – Istilah dalam
Paten
v Invensi
Adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan
pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau
proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
v Inventor atau pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa
orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam
kegiatan yang menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai
pemilik paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau
pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar
umum paten.
v Hak Yang Dimiliki Oleh Pemegang Paten
Pemegang hak paten memiliki hak eklusif untuk melaksanakan
Paten yang dimilikinya dan melarang orang lain yang tanpa persetujuannya :
a. Dalam hal
Paten Produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewa, menyerahkan, memakai,
menyediakan untuk di jual atau disewakan atau diserahkan produk yang di beri
paten.
b. Dalam hal Paten
Proses : Menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan
tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
Pemegang Paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain
berdasarkan surat perjanjian lisensi.
Pemegang Paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan
negeri setempat, kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas.
Pemegang Paten berhak menuntut orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana
yang dimaksud dalam butir 1 di atas.
v Pengajuan Permohonan Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan dan memenuhi
persyaratan administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Paten.
v Sistem First to File
Adalah suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme
bahwa seseorang yang pertamakali mengajukan permohonan dianggap sebagai
pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.
v Kapan sebaiknya permohonan Paten diajukan ?
Suatu permohonan Paten sebaiknya diajukan secepat mungkin,
mengingat sistem Paten Indonesia menganut sistem First to File. Akan tetapi
pada saat pengajuan, uraian lengkap penemuan harus secara lengkap menguraikan
atau mengungkapkan penemuan tersebut.
v Hal-hal yang sebaiknya dilakukan oleh seorang Inventor sebelum mengajukan
permohonan Paten ?
a. Melakukan
penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang
teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama (state of the art) yang
memungkinkan adanya kaitannya dengan invensi yang akan diajukan. Melalui
informasi teknologi terdahulu tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan
antara invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dengan teknologi
terdahulu.
b. Melakukan
Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus
dari invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi
terdahulu.
c. Mengambil
Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis
dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya
diajukkan permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak ditemukan ciri khusus, maka
invensi tersebut sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari
biaya pengajuan permohonan Paten.
Paten dimohon dengan mengisi
permohonan Paten bertulis di kantor yang berkait. Pemohonan berisi penjelasan
bagaimana cara untuk membuat dan memakai penemuan dan, di bawah beberapa
perundangan, jika tidak jelas, kegunaan penemuan. Permohonan paten juga mungkin
harus terdiri dari “klaim”. Klaim menegaskan penemuan dan perwujudan untuk yang
pelamar ingin hak-hak jelas.
Untuk paten untuk diberi, itu akan
menerima efek hukum, permohonan jelas harus memenuhi syarat hukum berhubungan
ke patentability. Apabila patent penggunaan sudah berasah, kebanyakan kantor
paten memeriksa permohonan untuk memenuhi dengan undang-undang Patentability
yang relevan. Jika permohonan tidak memenuhi syarat, penolakan biasanya
dikembalikan kepada pelamar atau agen pematen mereka, yang bisa menanggapi keberatan
untuk mencoba mengatasi mereka dan mendapatkan dana bantuan paten.
Setelah diberi paten, ianya subyek di
kebanyakan negara untuk biaya maintenance, secara umum diperbaharui setiap
tahun, AS yang menjadi pengecualian penting.
Dalam Egbert v. Lippmann,104 U. S. 333 (1881) (the “korset
kasus”), Mahkamah Agung Amerika Serikat memperkokoh keputusan bahwa seorang
penemu yang sudah “benar-benar memikirkan hak-haknya selama sebelas tahun”
dengan tidak melamar paten tidak bisa mendapatkan sesuatu paten pada waktu itu.
Keputusan ini ditetapkan sebagai aturan 35. yang menghalang seorang penemu dari
mendapatkan paten jika penemuan sudah di guna oleh publik selama lebih dari
satu tahun sebelum memohon paten.
Syarat hasil temuan yang akan
dipatenkan di Indonesia adalah baru (belum pernah diungkapkan sebelumnya),
mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya), dan dapat
diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten ‘biasa’ adalah
20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat
diperpanjang. Untuk memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh
pihak lain dan layak dipatenkan, dapat dilakukan penelusuran dokumen paten. Ada
beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat perlindungan paten,
yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-undang,
moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan,
perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia
dan/atau hewan; serta teori dan metode di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan, yakni semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses
biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis
atau proses mikro-biologis.
3. HAK MEREK
Hak Merk
Merk adalah tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa.
Merk atau merk dagang adalah nama
atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti
psikologis/asosiasi.
Jenis- Jenis Merk
a. Merk Dagang
Merk dagang adalah merk yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya.
b. Merk Jasa
Merk jasa adalah merk yang digunakan
pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya.
c. Merk Kolektif
Merk kolektif adalah merk yang
digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
Berbeda dengan produk sebagai sesuatu
yg dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih
suatu produk, karena merek bukan hanya apa yg tercetak di dalam produk
(kemasannya), tetapi merek termasuk apa yg ada di benak konsumen dan bagaimana
konsumen mengasosiasikannya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah
nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk
mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu.
Tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan
produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk
membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan
usaha lain.
Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan
intelektual.
Secara konvensional, merek dapat
berupa nama, kata, frasa, logo, lambang, desain, gambar, atau kombinasi dua
atau lebih unsur tersebut.
Di Indonesia, hak merek dilindungi
melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk
merek adalah sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan
permohonan merek bersangkutan dan dapat diperpanjang, selama merek tetap
digunakan dalam perdagangan.
Fungsi Merk
v Tanda Pengenal untuk membedakan hasil
produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
v Sebagai alat promosi, sehingga
mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
v Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
v Menunjukkan asal barang/jasa
dihasilkan.
Pendaftaran Merk
Yang dapat mengajukan pendaftaran merek adalah :
v Orang (persoon)
v Badan Hukum (recht persoon)
v Beberapa orang atau badan hukum
(pemilikan bersama)
Fungsi Pendaftaran
Merek
v Sebagai alat bukti bagi pemilik yang
berhak atas merek yang didaftarkan.
v Sebagai dasar penolakan terhadap
merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran
oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis.
v Sebagai dasar untuk mencegah orang
lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran
untuk barang/jasa sejenis.
Hal-Hal yang
Menyebabkan Suatu Merek Tidak Dapat di Daftarkan
v Didaftarkan oleh pemohon yang tidak
beritikad baik.
v Bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban
umum.
v Tidak memiliki daya pembeda.
v Telah menjadi milik umum
v Merupakan keterangan atau berkaitan
dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU
Merek).
4. DESAIN INDUSTRI
Desain Industri
Desain industri (bahasa Inggris:
Industrial design) adalah seni terapan di mana estetika dan usability
(kemudahan dalam menggunakan suatu barang) suatu barang disempurnakan. Desain
industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis
atau warna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2
dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk,
barang, komoditas industri atau kerajinan tangan. Sebuah karya desain dianggap
sebagai kekayaan intelektual karena merupakan hasil buah pikiran dan
kreatifitas dari pendesainnya, sehingga dilindungi hak ciptanya oleh pemerintah
melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri. Kriteria
desain industri adalah baru dan tidak melanggar agama, peraturan perundangan,
susila, dan ketertiban umum. Jangka waktu perlindungan untuk desain industri
adalah 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Desain Industri
ke Kantor Ditjen Hak Kekayaan Intelektual.
Desain Industri adalah cabang HKI
yang melindungi penampakan luar suatu produk. Sebelum perjanjian TRIPS lahir,
desain industri dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Namun karena
perkembangan desain yang sangat pesat, maka perlu dibuatkan UU Khusus yang
mengatur tentang desain industri.
Sejarah Pengaturan
Desain Industri
Pengaturan tentang Desain Industri
dikenal pada abad ke-18 terutama di Inggris karena adanya Revolusi Industri.
Desain Industri awalnya berkembang pada sektor tekstil dan kerajinan tangan
yang dibuat secara massal. UU pertama yang mengatur mengenai Desain Industri
adalah “The designing and printing of linens, cotton, calicoes and muslin act”
sekitar tahun 1787. Pada saat ini Desain Industri hanya dalam bentuk 2 Dimensi.
Sedangkan Desain Industri dalam bentuk 3 (tiga) Dimensi mulai diatur melalui
Sculpture Copyright Act 1798 pengaturannya masih sederhana hanya meliputi model
manusia dan binatang. Lalu pada tanggal 20 Maret 1883 The Paris Convention for
the Protection of Industrial Property (Paris Convention). Amanat pada pasal 5
Paris Convention menyatakan bahwa Desain Industri harus dilindungi di semua
negara anggota Paris Convention [1]
Estetika Versus
Fungsionalitas
Perlindungan desain memberikan hak
monopoli kepada pemilik desain atas bentuk, konfigurasi, pola atau ornamentasi
tertentu dari sebuah desain. Dengan demikian, hukum desain hanya melindungi
penampilan bentuk terluar dari suatu produk. Undang-Undang Desain Industri
tidak melindungi aspek fungsional dari sebuah desain, seperti cara pembuatan
produk, cara kerja, atau aspek keselamatannya. Pembuatan, pengoperasian dan
ciri-ciri barang tertentu dilindungi oleh hukum paten.[2]
Syarat-Syarat
Perlindungan Desain
Hak Desain Industri diberikan untuk
desain industri yang baru, Desain Industri dianggap baru apabila pada tanggal
penerimaan, desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah
ada sebelumnya, meskipun terdapat kemiripan. Pengungkapan sebelumnya,
sebagaimana dimaksud adalah pengungkapan desain industri yang sebelum :
a. Tanggal penerimaan; atau
b. Tanggal prioritas apabila permohonan diajukan dengan hak
prioritas.
c. Telah diumumkan atau digunakan di Indonesia atau luar
Indonesia.
Suatu Desain Industri tidak dianggap telah diumumkan apabila
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaannya,
desain industri tersebut :
Telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun
internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai
resmi; atau
Telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan
dengan tujuan pendidikan, penelitian, atau pengembangan.
Selain itu, Desain Industri tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau
kesusilaan.
Sistem Konstitutif
dalam Perlindungan Desain Industri
v Perlindungan Desain Industri menganut
sistem First to File Principle
v Suatu Desain Industri dari suatu
produk yang dimiliki tidak akan mendapatkan perlindungan hukum apabila tidak
terdaftar. [3]
Lingkup Hak Desain
Industri
Pemegang Hak Desain Industri memiliki
hak eklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk
melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual,
mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi hak desain
industri.
Subjek dari Hak Desain
Industri
v Yang berhak memperoleh hak desain
industri adalah pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain.
v Dalam hal pendesain terdiri atas
beberapa orang secara bersama, hak desain industri diberikan kepada mereka
secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
v Jika suatu desain Industri dibuat
dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, atau yang
dibuat orang lain berdasarkan pesanan, pemegang hak desain industri adalah
pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya desain industri itu dikerjakan,
kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak
pendesain apabila penggunaan desain industri itu diperluas sampai keluar
hubungan dinas.
v Jika suatu desain industri dibuat
dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat desain
industri itu dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak desain industri,
kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.
Pengalihan Hak dan
Lisensi Desain Industri
Hak Desain Industri dapat beralih
atau dialihkan dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan
hak desain industri tersebut harus disertai dengan dokumen tentang pengalihan
hak dan wajib dicatat dalam daftar umum desain industri pada Ditjen HKI dengan
membayar biaya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pengalihan hak desain industri yang tidak dicatatkan dalam daftar umum desain
industri tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Pengalihan hak desain
industri tersebut akan diumumkan dalam berita resmi desain industri.
Lisensi Hak Desain
Industri
Pemegang Hak Desain Industri dapat
memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi dalam
jangka waktu tertentu dan syarat tertentu untuk melaksanakan hak desain
industri dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat,
memakai, menjual, mengimpor, mengekspor dan/atau mengedarkan barang yang di
dalamnya terdapat seluruh atau sebagaian desain yang telah diberi hak desain
industri, kecuali jika diperjanjikan lain. Perjanjian lisensi ini dapat
bersifat ekslusif atau non ekslusif. Perjanjian lisensi wajib dicatatkan dalam
daftar umum desain industri pada Ditjen HKI dengan dikenai biaya sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perjanjian lisensi ini kemudian
diumumkan dalam berita resmi desain industri. Perjanjian lisensi yang tidak
dicatatkan tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Bentuk dan Isi
Perjanjian Lisensi
Pada dasarnya bentuk dan isi
perjanjian lisensi ditentukan sendiri oleh para pihak berdasarkan kesepakatan
bersama, namun tidak boleh memuat ketentuan yang melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti ketentuan yang dapat menimbulkan akibat
yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
5. RAHASIA DAGANG
Rahasia Dagang (Trade
Secret)
Rahasia dagang adalah informasi yang
tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/ atau bisnis dimana mempunyai
nilai ekonomis karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya
oleh pemilik rahasia dagang.
Lingkup perlindungan rahasia dagang
meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi
lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui oleh masyarakat umum.
Rahasia dagang mendapat perlindungan apabila informasi itu:
v Bersifat rahasia hanya diketahui oleh
pihak tertentu bukan secara umum oleh masyarakat,
v Memiliki nilai ekonomi apabila dapat
digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yg bersifat komersial atau
dapat meningkatkan keuntungan ekonomi,
v Dijaga kerahasiaannya apabila pemilik
atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak
dan patut.
Pemilik rahasia dagang dapat
memberikan lisensi bagi pihak lain. Yang dimaksud dengan lisensi adalah izin
yang diberikan kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada
pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu
rahasia dagang yang diberikan perlindungan pada jangka waktu tertentu dan
syarat tertentu.
Tidak dianggap sebagai pelanggaran rahasia dagang apabila:
v Mengungkap untuk kepentingan hankam,
kesehatan, atau keselamatan masyarakat,
v Rekayasa ulang atas produk yang
dihasilkan oleh penggunaan rahasia dagan milik orang lain yang dilakukan
semata-mata untuk kepentingan pengembangan lebih lanjut produk yang
bersangkutan.
Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam UU No 30 tahun 2000
tentang Rahasia Dagang. Perlindungan rahasia dagang berlangsung otomatis dan
masa perlindungan tanpa batas.
Referensi :
0 komentar:
Posting Komentar